Jika seorang pendidik menginginkan menumbuhkan sikap
sasaran didik,
seharusnya mengetahui bakat yang ada pada sasaran
didik, keinginan
sasaran didik, nilai dan pengetahuan yang seharusnya
didapat sasaran
didik, serta lingkungan lain yang kondusif bagi
penumbuhan sikap
mereka, termasuk lingkungan politik. Keadaan ini
sulit dilakukan,
tetapi harus diusahakan. Jika kita ingin pendidikan
berkembang dan
bermanfaat bagi masyarakat, maka kita tidak boleh
diam. Apapun
hasilnya, pendidik harus berusaha melakukan inovasi
proses pendidikan.
Perlu disadari, bahwa segala sesuatu membutuhkan
proses yang cukup
panjang untuk mencapai suatu keberhasilan.
Sebagaimana diketahui oleh umum, bahwa sistem
pendidikan kita masih
bersandar pada prinsip, teori, dan konsep
behavioristik. Konsep dan
teori terbut jika diaplikasikan dalam pendididikan
kejuruan dan
profesi, sudah tidak relevan lagi. Model pendidikan
klasikal, seperti
yang sekarang ini banyak diterapkan, berangkat dari
konsep
behavioristik, sulit untuk menumbuhkan sikap
wirausaha. Pada masa
pembangunan, seperti terjadi di negara kita pada
saat ini, sangat
membutuhkan tenaga wirausahawan untuk mempercepat
laju pertumbuhan
ekonomi nasional. Dengan demikian, manakala kita
masih mempertahankan
model pendidikan behavioristik, kami yakin bahwa
tidak akan mampu
menumbuhkan wirausahawan yang menjadi pelaku
pembangunan ekonomi
nasional yang handal. Dengan demikian, perubahan
sistem dan model
pendidikan, khususnya dalam pendidikan bisnis, perlu
dilakukan.
Terutama mengarah pada pembelajaran kewirausahaan.
Komponen Sikap
Secara umum, dalam berbagai referensi, sikap
memiliki 3 komponen yakni:
kognitif, afektif, dan kecenderungan tindakan
(Morgan dan King, 1975;
Krech dan Ballacy, 1963, Howard dan Kendler 1974,
Gerungan, 2000).
Komponen kognitif merupakan aspek sikap yang
berkenaan dengan penilaian
individu terhadap obyek atau subyek. Informasi yang
masuk ke dalam otak
manusia, melalui proses analisis, sintesis, dan
evaluasi akan
menghasilkan nilai baru yang akan diakomodasi atau
diasimilasikan
dengan pengetahuan yang telah ada di dalam otak
manusia1. Nilai - nilai
baru yang diyakini benar, baik, indah, dan
sebagainya, pada akhirnya
akan mempengaruhi emosi atau komponen afektif dari
sikap individu. Oleh
karena itu, komponen afektif dapat dikatakan sebagai
perasaan (emosi)
individu terhadap obyek atau subyek, yang sejalan
dengan hasil
penilaiannya. Sedang komponen kecenderungan
bertindak berkenaan dengan
keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai
dengan keyakinan
dan keinginannya. Sikap seseorang terhadap suatu
obyek atau subyek
dapat positif atau negatif. Manifestasikan sikap
terlihat dari
tanggapan seseorang apakah ia menerima atau menolak,
setuju atau tidak
setuju terhadap obyek atau subyek.
Komponen sikap berkaitan satu dengan yang lainnya.
Dari manapun kita memulai dalam analisis sikap,
ketiga komponen tersebut tetap dalam ikatan satu sistem. Sikap individu sangat
erat kaitannya dengan
perilaku mereka. Jika faktor sikap telah
mempengaruhi ataupun
menumbuhkan sikap seseorang, maka antara sikap dan
perilaku adalah
konsisten, sebagaimana yang dikemukan oleh Krech dan
Ballacy, Morgan
King, dan Howard.
Keterangan: komponen kognitif, afektif, dan
kecenderungan bertindak merupakan suatu kesatuan sistem, sehingga tidak dapat
dilepas satu
dengan lainnya. Ketiga komponen tersebut secara
bersama-sama membentuk
sikap pribadi
Sikap seseorang seharusnya konsisten dengan
perilaku. Seandainya sikap
tidak konsisten dengan perilaku, mungkin ada faktor
dari luar diri
manusia yang membuat sikap dan perilaku tidak
konsisten. Faktor
tersebut adalah sistem nilai yang berada di
masyarakat, diantaranya
norma, politik, budaya, dan sebagainya. Dari
penjelasan tersebut jelas
bahwa pendidikan bukan semata-mata tanggung jawab
lembaga pendidikan.
Seluruh masyarakat dan intansi terkait harus
menunjang pelaksanaan
pendidikan. Pendidikan haruslah diletakan pada
kondisi dan situasi yang
benar-benar kondusif bagi jalannya proses
pendidikan. Dengan cara
demikianlah, sebenarnya secara teoritis dan
konseptual, tujuan
pendidikan tercapai. Sebaliknya, jika masyarakat dan
seluruh instansi
politik dan pemerintahan tidak mernunjang, maka
pendidikan akan
mengalami kegagalan. Oleh karena itu, pengembangan
pendidikan merupakan
tanggung jawab seluruh warga bangsa, dan harus
ditunjang oleh komitmen
politis dari seluruh warga bangsa-bangsa.
Keterangan: Ketiga komponen kognitif, afektif, dan
kecenderungan bertindak secara bersama- sama membentuk sikap. Sikap secara
konsisten mempengaruhi perilaku. Oleh karena itu, sikap seharusnya konsisten
mempengaruhi perilaku.Jika antara sikap tidak
konsisten dengan
perilaku, maka terdapat sistem eksternal yang ikut
mempengaruhi
konsistensi antara sikap dan perilaku.
Sikap dapat pula diklasifikasikan menjadi sikap
individu dan sikap
sosial (Gerungan, 2000). Sikap sosial dinyatakan
oleh cara-cara
kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap obyek
sosial, dan
biasanya dinyatakan oleh sekelompok orang atau masyarakat.
Sedang sikap
individu, adalah sikap yang dimiliki dan dinyatakan
oleh seseorang.
Sikap seseorang pada akhirnya dapat membentuk sikap
sosial, manakala
ada seregaman sikap terhadap suatu obyek. Dalam
konteks pemahasan ini,
sikap yang dimaksud adalah sikap individual,
mengingat pendidikan yang
dihabahas dalam kajian ini menyangkut proses
pendidikan secara
individual, mengingat keinginan, kebutuhan,
kemampuan, motivasi,
sasaran didik sangat beragam. Untuk kajian lebih
lanjut, periksa pada
bahasan proses pendidikan bisnis di bawah.
Sejalan dengan pengertian sikap yang dijelaskan di
atas, dapat dipahami
bahwa:
1. Sikap
ditumbuhkan dan dipelajari sepanjang perkembangan orang
yang bersangkutan dalam keterkaitannya dengan obyek
tertentu.
2. Sikap
merupakan hasil belajar manusia, sehingga sikap dapat ditumbuhkan dan
dikembangkan melalui proses belajar.
3. Sikap
selalu berhubungan dengan obyek, sehingga tidak berdiri sendiri
4. Sikap
dapat berhubungan dengan satu obyek, tetapi dapat pula berhubungan dengan
sederet obyek sejenis
5. Sikap
memiliki hubungan dengan aspek motivasi dan perasaan
atau emosi (Gerungan, 2000).
Mengetahui karakter sikap semacam ini
sangat penting manakala kita akan membahas sikap
secara cermat. Dari
sifat ini dapat diketahui bahwa sikap dapat
ditumbungkan dan
dikembangkan, melalui proses pembelajaran siswa yang
sesuai dengan
motivasi, dan keinginan mereka. Demikian juga, sikap
harus diarahkan
pada suatu obyek tertentu, sehingga memudahkan
mengarahkan belajar
siswa pada sasaran belajar yang sesuai dengan minat
dan keinginannya.
Perilaku Konsumen menurut Schiffman, Kanuk (2004, p.
8) adalah perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam pencarian akan pembelian,
penggunaan, pengevaluasian, dan penggantian produk dan jasa yang diharapkan
dapat memuaskan kebutuhan konsumen.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen
adalah :
Faktor Sosial
a. Group
Sikap dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak
grup-grup kecil. Kelompok dimana orang tersebut berada yang mempunyai pengaruh
langsung disebut membership group. Membership group terdiri dari dua, meliputi
primary groups (keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja) dan secondary
groups yang lebih formal dan memiliki interaksi rutin yang sedikit (kelompok
keagamaan, perkumpulan profesional dan serikat dagang). (Kotler, Bowen, Makens,
2003, pp. 203-204).
b. Family Influence
Keluarga memberikan pengaruh yang besar dalam
perilaku pembelian. Para pelaku pasar telah memeriksa peran dan pengaruh suami,
istri, dan anak dalam pembelian produk dan servis yang berbeda. Anak-anak
sebagai contoh, memberikan pengaruh yang besar dalam keputusan yang melibatkan
restoran fast food. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.204).
c. Roles and Status
Seseorang memiliki beberapa kelompok seperti keluarga,
perkumpulan-perkumpulan, organisasi. Sebuah role terdiri dari aktivitas yang
diharapkan pada seseorang untuk dilakukan sesuai dengan orang-orang di
sekitarnya. Tiap peran membawa sebuah status yang merefleksikan penghargaan
umum yang diberikan oleh masyarakat (Kotler, Amstrong, 2006, p.135).
Faktor Personal
a. Economic Situation
Keadaan ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan
produk, contohnya rolex diposisikan konsumen kelas atas sedangkan timex
dimaksudkan untuk konsumen menengah. Situasi ekonomi seseorang amat sangat
mempengaruhi pemilihan produk dan keputusan pembelian pada suatu produk
tertentu (Kotler, Amstrong, 2006, p.137).
b. Lifestyle
Pola kehidupan seseorang yang diekspresikan dalam
aktivitas, ketertarikan, dan opini orang tersebut. Orang-orang yang datang dari
kebudayaan, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin saja mempunyai gaya
hidup yang berbeda (Kotler, Amstrong, 2006, p.138)
c. Personality and Self Concept
Personality adalah karakteristik unik dari psikologi
yang memimpin kepada kestabilan dan respon terus menerus terhadap lingkungan
orang itu sendiri, contohnya orang yang percaya diri, dominan, suka
bersosialisasi, otonomi, defensif, mudah beradaptasi, agresif (Kotler,
Amstrong, 2006, p.140). Tiap orang memiliki gambaran diri yang kompleks, dan
perilaku seseorang cenderung konsisten dengan konsep diri tersebut (Kotler,
Bowen, Makens, 2003, p.212).
d. Age and Life Cycle Stage
Orang-orang merubah barang dan jasa yang dibeli
seiring dengan siklus kehidupannya. Rasa makanan, baju-baju, perabot, dan
rekreasi seringkali berhubungan dengan umur, membeli juga dibentuk oleh family
life cycle. Faktor-faktor penting yang berhubungan dengan umur sering
diperhatikan oleh para pelaku pasar. Ini mungkin dikarenakan oleh perbedaan
yang besar dalam umur antara orang-orang yang menentukan strategi marketing dan
orang-orang yang membeli produk atau servis. (Kotler, Bowen, Makens, 2003,
pp.205-206)
e. Occupation
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa
yang dibeli. Contohnya, pekerja konstruksi sering membeli makan siang dari
catering yang datang ke tempat kerja. Bisnis eksekutif, membeli makan siang
dari full service restoran, sedangkan pekerja kantor membawa makan siangnya
dari rumah atau membeli dari restoran cepat saji terdekat (Kotler,
Bowen,Makens, 2003, p. 207).
Faktor Psychological
a. Motivation
Kebutuhan yang mendesak untuk mengarahkan seseorang
untuk mencari kepuasan dari kebutuhan. Berdasarkan teori Maslow, seseorang
dikendalikan oleh suatu kebutuhan pada suatu waktu. Kebutuhan manusia diatur
menurut sebuah hierarki, dari yang paling mendesak sampai paling tidak mendesak
(kebutuhan psikologikal, keamanan, sosial, harga diri, pengaktualisasian diri).
Ketika kebutuhan yang paling mendesak itu sudah terpuaskan, kebutuhan tersebut
berhenti menjadi motivator, dan orang tersebut akan kemudian mencoba untuk
memuaskan kebutuhan paling penting berikutnya (Kotler, Bowen, Makens, 2003,
p.214).
b. Perception
Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih,
mengorganisasi, dan menerjemahkan informasi untuk membentuk sebuah gambaran
yang berarti dari dunia. Orang dapat membentuk berbagai macam persepsi yang
berbeda dari rangsangan yang sama (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.215).
c. Learning
Pembelajaran adalah suatu proses, yang selalu
berkembang dan berubah sebagai hasil dari informasi terbaru yang diterima
(mungkin didapatkan dari membaca, diskusi, observasi, berpikir) atau dari
pengalaman sesungguhnya, baik informasi terbaru yang diterima maupun pengalaman
pribadi bertindak sebagai feedback bagi individu dan menyediakan dasar bagi
perilaku masa depan dalam situasi yang sama (Schiffman, Kanuk, 2004, p.207).
d. Beliefs and Attitude
Beliefs adalah pemikiran deskriptif bahwa seseorang
mempercayai sesuatu. Beliefs dapat didasarkan pada pengetahuan asli, opini, dan
iman (Kotler, Amstrong, 2006, p.144). Sedangkan attitudes adalah evaluasi,
perasaan suka atau tidak suka, dan kecenderungan yang relatif konsisten dari
seseorang pada sebuah obyek atau ide (Kotler, Amstrong, 2006, p.145).
Faktor Cultural
Nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku
yang dipelajari seseorang melalui keluarga dan lembaga penting lainnya (Kotler,
Amstrong, 2006, p.129). Penentu paling dasar dari keinginan dan perilaku
seseorang. Culture, mengkompromikan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan
perilaku yang dipelajari seseorang secara terus-menerus dalam sebuah
lingkungan. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp.201-202).
a. Subculture
Sekelompok orang yang berbagi sistem nilai
berdasarkan persamaan pengalaman hidup dan keadaan, seperti kebangsaan, agama,
dan daerah (Kotler, Amstrong, 2006, p.130). Meskipun konsumen pada negara yang
berbeda mempunyai suatu kesamaan, nilai, sikap, dan perilakunya seringkali
berbeda secara dramatis. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.202).
b. Social Class
Pengelompokkan individu berdasarkan kesamaan nilai,
minat, dan perilaku. Kelompok sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor
saja misalnya pendapatan, tetapi ditentukan juga oleh pekerjaan, pendidikan,
kekayaan, dan lainnya (Kotler, Amstrong, 2006, p.132).
Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian menurut Schiffman, Kanuk (2004,
p.547) adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan keputusan
pembelian, artinya bahwa seseorang dapat membuat keputusan, haruslah tersedia
beberapa alternatif pilihan. Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada
bagaimana proses dalam pengambilan keputusan tersebut itu dilakukan. Bentuk
proses pengambilan keputusan tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Fully Planned Purchase, baik produk dan merek
sudah dipilih sebelumnya. Biasanya terjadi ketika keterlibatan dengan produk
tinggi (barang otomotif) namun bisa juga terjadi dengan keterlibatan pembelian
yang rendah (kebutuhan rumah tangga). Planned purchase dapat dialihkan dengan
taktik marketing misalnya pengurangan harga, kupon, atau aktivitas promosi
lainnya.
2. Partially Planned Purchase, bermaksud untuk
membeli produk yang sudah ada tetapi pemilihan merek ditunda sampai saat
pembelajaran. Keputusan akhir dapat dipengaruhi oleh discount harga, atau
display produk
3. Unplanned Purchase, baik produk dan merek dipilih
di tempat pembelian. Konsumen sering memanfaatkan katalog dan produk pajangan
sebagai pengganti daftar belanja. Dengan kata lain, sebuah pajangan dapat
mengingatkan sesorang akan kebutuhan dan memicu pembelian (Engel, F. James,
et.al , 2001, pp.127-128)
Banyak sosiolog dan psikolog memberi batasan bahwa
sikap merupakan
kecenderungan individu untuk merespon dengan cara
yang khusus terhadap
stimulus yang ada dalam lingkungan sosial. Sikap merupakan
suatu
kecenderungan untuk mendekat atau menghindar,
posotitif atau negatif
terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu
institusi, pribadi,
situasi, ide, konsep dan sebagainya (Howard dan
Kendler, 1974;
Gerungan, 2000).
Gagne (1974) mengatakan bahwa sikap merupakan suatu
keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi
pilihan tidakan
individu terhadap beberapa obyek, pribadi, dan
peristiwa. Masih banyak
lagi definisi sikap yang lain, sebenarnya agak
berlainan, akan tetapi
keragaman pengertian tersebut disebabkan oleh sudut
pandang dari
penulis yang berbeda. Namun demikian, jika dicermati
hampir semua
batasan sikap memiliki kesamaan padang, bahwa sikap
merupakan suatu
keadaan internal atau keadaan yang masih ada dalam
dari manusia.
Keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang
diperoleh dari proses
akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka
dapatkan, sebagaimana
pendapat Piaget’s tentang proses perkembangan
kognitif manusia
(Wadworth, 1971).
Keyakinan diri inilah yang mempengaruhi respon
pribadi terhadap obyek dan lingkungan sosialnya. Jika kita yakin bahwa mencuri
adalah perbuatan tercela, maka ada kecenderungan dalam diri kita untuk
menghindar dari perbuatan mencuri atau menghidar terhadap lingkungan pencuri.
Jika seseorang meyakini bahwa dermawan itu baik, maka mereka merespon positif
terhadap para dermawan, dan bahkan mungkin ia akan menjadi dermawan.
Sekilas, di atas terlihat bahwa antara sikap dan
perilaku ada kesamaan.
Oleh karena itu, psikolog sosial, seperti Morgan dan
King, Howard dan
Kendler, serta Krech dkk., mengatakan bahwa antara
sikap dan perilaku
adalah konsisten. Apakah selalu bahwa sikap
konsisten dengan perilaku?
Seharusnya, sikap adalah konsisten dengan perilaku,
akan tetapi karena
banyaknya faktor yang mempengaruhi perilaku, maka
dapat juga sikap
tidak konsisten dengan perilaku. Dalam keadaan yang
demikian terjadi
adanya desonansi nilai.
Para psikolog, di antaranya Morgan dan King, Howard
dan Kendler, Krech,
Crutchfield dan Ballachey, mengatakan bahwa perilaku
seseorang
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan hereditas.
Faktor lingkungan
yang mempengaruhi perilaku adalah beragam, di
antaranya pendidikan,
nilai dan budaya masyarakat, politik, dan
sebagainya. Sedang faktor
hereditas merupakan faktor bawaan seseorang yang
berupa karunia
pencipta alam semesta yang telah ada dalam diri
manusia sejak lahir,
yang banyak ditentukan oleh faktor genetik. Kedua
faktor secara
bersama-sama mempengaruhi perilaku manusia. Jika
kita ingin menumbuhkan
sikap, kita harus memadukan faktor bawaan berupa
bakat dan faktor
lingkungan pendidikan dan belajar. Pandangan ini
sejalan dengan hukum
konvergensi perkembangan yang menyeimbangkan antara
faktor bawaan
dengan faktor lingkungan, tanpa mengorbankan satu
faktorpun (Syah,
2002).
Sumber :